ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PRAKTEK PERADILAN, APA ARTINYA?
Ilustrasi : Persidangan (google) |
Penulis: Adv. A.A. Ngurah Bayu Kresna Wardana, S.H., M.H.
Praktek peradilan di Indonesia seringkali mendapatkan tanggapan oleh masyarakat para pencari keadilan, ada yang beranggapan bahwa berperkara di pengadilan itu rumit, berbelit-belit, dan akan mengeluarkan banyak biaya lalu ada pula yang memahami bahwa dalam prakteknya pengadilan haruslah menerapkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan dalam prosesnya, lalu apa saja yang dimaksud dengan sederhana, cepat dan biaya ringan dalam asas tersebut? Berikut ulasannya.
Asas peradilan sederhana, cepat dan
biaya ringan telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menggantikan UU Nomor 35 tahun 1999
tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1970
yang dalam Pasal 4 ayat (2)
menyatakan, bahwa peradilan
membantu pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk
dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
Didalam ketentuan baik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak disebutkan secara langsung mengenai pengertian dari asas tersebut, namun secara tidak langsung asas
tersebut haruslah mencerminkan perlindungan
terhadap keluhuran harkat martabat
manusia yang telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman harus ditegakkan antara lain peradilan
sederhana cepat, dan biaya ringan
serta bebas, jujur dan tidak
memihak harus diterapkan secara
konsekuen dalam seluruh tingkatan
peradilan
SEDERHANA, yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam beracara di muka pengadilan , makin baik. Apabila terlalu banyak bentuk formalitas yang sukar dipahami atau peraturan-peraturan yang mengandung banyak arti (dubieus), maka akan memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran, kurang menjamin adanya kepastian hukum dan menyebabkan keengganan atau ketakutan untuk beracara di muka pengadilan.
CEPAT, yang dimaksud dengan cepat adalah merujuk kepada jalannya peradilan itu sendiri. Apabila terlalu bayak formalitas akan menjadi hambatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang saja, tetapi juga penyelesaian dari pada berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada saat penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanaan putusan tersebut. Tidak jarang suatu perkara tertunda sampai bertahun-tahun karena saksi tidak datang maupun para pihak secara bergantian berhalangan hadir atau meminta kepada majelis hakim untuk mengundur dan menunda waktu sidang. Maka cepatnya jalannya peradilan tergantung dari aktifnya para pihak yang berperakara dan juga majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut. Cepatnya jalannya peradilan akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.
BIAYA RINGAN, yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biaya yang mampu dikondisikan dengan kemampuan rakyat untuk berperkara dan agar bisa meminimalisir biaya serendah mungkin. Apabila biaya perkara tinggi maka tidak mungkin akan menyebabkan para pihak yang ingin berperkara enggan untuk mengajukan tuntutan haknya kepada pengadilan. Biaya ringan sangat dinantikan oleh para pencari keadilan yang memiliki sedikit biaya untuk berperkara di pengadilan.
Sangat diharapkan seluruh badan peradilan di Indonesia mampu untuk menerapkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan ini pada persidangan-persidangan di pengadilan, agar dapat meyakinkan masyarakat bahwa berperkara tidaklah sulit dan proses berperkara dipengadilan tidak selalu rumit dan berbelit-belit. Kewibawaan pengadilan akan terlihat jika mampu menerapkan asas tersebut dalam prakteknya.
Sumber rujukan:
- Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kedelapan Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta.
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Komentar
Posting Komentar